Fiksasi Kepercayaan

Orang yang mengakui kebenaran ada, dengan pertimbangan penuh, akan membawa kita ke titik yang kita tuju dan tidak tersesat.


Fiksasi Kepercayaan 

Pengantar

Pada paruh kedua di abad kesembilan belas, filsafat masih didominasi oleh para ahli metafisika. Hegel dan Marx telah mengajukan pandangan besar mengenai sifat realitas dan perubahan. Sebaliknya, Nietzsche menyerang pandangan seperti ini (tentu saja sebagian besar dengan filsafat tersebut). Meski demikian, perjalanan ilmu pengetahuan terus berjalan dengan kecepatan yang stabil. Mill telah menulis sebuah karya penting tentang logika. Dalam konteks inilah Peirce menawarkan pragmatismenya melalui, How to Make Our Ideas Clear (1878), dan dalam esai ini (1877). (Anehnya, Peirce adalah salah seorang anggota kelompok “Klub Metafisika,” hal yang memberi mereka kecenderungan yang sebenarnya disebut tindakan oksimoron.)

Komentar

Dalam esai ini, Peirce meneliti kecenderungan saat kita berpegang pada keyakinan. Bagian pertama memberikan sejarah singkat penalaran qua science. Pada pemikiran Kepler, ia mengaitkan asal mula pencarian kebenaran sains. Walaupun pandangan ini diakui terlalu sederhana, Peirce menggunakannya hanya sebagai batu loncatan sebagai pengingat dalam esai. Pada bagian kedua, ia mengklaim bahwa terdapat masalah dalam cara kita bernalar, di mana di sisi lain nalar tersebut bekerja cukup baik dengan subjek yang kita kenal; begitu kita bercabang pada hal yang tidak dikenal, kita menjadi seperti kapal di laut lepas. Apa yang Peirce harapkan adalah memberikan beberapa panduan untuk situasi seperti itu.

Bagian ketiga dan keempat menguraikan perbedaan antara keyakinan dan keraguan. Yang pertama dapat memandu tindakan kita bila diperlukan dan ia merupakan sensasi yang menenangkan. Sebaliknya, keraguan mendorong tindakan dan ia merupakan sensasi yang tidak memuaskan. Tindakan yang mendorong keraguan, disebut sebagai “penyelidikan”. Satu-satunya tujuan dari hal ini adalah “penyelesaian pendapat”. Tentang ini, ia menentang posisi lain yang hadir sebelumnya, yang akan ia jelaskan secara singkat.

Bagian pertama hingga keempat tampaknya hanya mengatur poin utamanya, ialah perbandingan metode penalaran yang berbeda, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian kelima. Di sini Peirce membedakan empat metode: pertama, ada “metode keuletan.” [Orang yang keras kepala, berpegang teguh pada pandangannya sendiri meskipun ada banyak bukti sebaliknya.] Seperti burung unta yang membenamkan kepalanya, metode ini sama-sama keras kepala dalam mempertahankan pandangannya, bahkan tanpa mempertimbangkan pertanyaan atau alternatif yang mungkin.

Yang kedua adalah “metode otoritas” [Memegang kepercayaan pada kebajikan-kepercayaan yang dipegang oleh orang lain yang dianggap sebagai otoritas.]. Ini, seperti metode yang pertama, lebih merupakan masalah psikologi. Karena dalam kasus ini, orang tersebut pada dasarnya diintimidasi untuk memiliki pandangan tertentu. Sifat sosial kita membuat kita siap untuk tekanan semacam itu. Metode ketiga paling dekat dengan apa yang disebutkan dalam komentar pengantar. Inilah “metode a priori” [Untuk memegang keyakinan dalam mengesampingkan bukti empiris, tetapi karena itu “sesuai dengan alasan.”] di mana satu-satunya kriteria kebenaran bukanlah fakta empiris, tetapi kondisi di mana klaim tersebut “sesuai dengan alasan.” Klaim Peirce ini memang seperti soal selera dan tidak jauh berbeda dengan metode otoritas.

Karena tidak satu pun dari metode ini terdengar sangat memuaskan, sebagai cara untuk menemukan kebenaran yang paling kuat, Peirce kemudian mengajukan alternatif yang dianggapnya paling berhasil. Ini adalah “metode ilmu”. [Memegang keyakinan karena sesuai dengan bukti empiris.] Apa yang membuat pendekatan ini begitu sukses adalah bahwa pendekatan ini didasarkan pada sesuatu yang tidak bergantung pada opini kita, melainkan pada yang disebutnya “kenyataan”. Sains mengumpulkan data, mengajukan penjelasan hipotesis, dan kemudian mengarahkan hipotesis ke eksperimen. Realitas Lah yang menentukan apakah hipotesis itu terbantahkan atau dikonfirmasi. Ini, menurutnya, adalah keuntungan dari metode ilmiah. Menurutnya, metode ilmiah adalah satu-satunya metode yang memberikan apa yang diinginkan, ialah kebenaran tentang dunia faktual.


Pembacaan

I

Hanya sedikit orang yang peduli untuk mempelajari logika, karena setiap orang menganggap dirinya sudah cukup mahir dalam seni penalaran. Tetapi saya mengamati bahwa kepuasan ini terbatas pada rasionya sendiri, dan tidak tersebar kepada orang lain.

Kita memiliki sepenuhnya kekuatan untuk menarik kesimpulan, yang terakhir dari semua fakultas kita; hal ini bukan berkat alami sejauh dan sesulit seni. Sejarah perjalanan praktisnya akan menjadi subjek yang sangat besar untuk bahan sebuah buku. Para pelajar di abad pertengahan, mengikuti orang-orang Romawi, menjadikan logika sebagai pelajaran paling awal bagi anak laki-laki setelah tata bahasa, sebagai hal yang sangat mudah. Jadi dipelajari sejauh mereka mampu memahaminya. Prinsip dasarnya, menurut mereka, adalah, bahwa semua pengetahuan bertumpu pada otoritas atau akal; tetapi apa pun yang disimpulkan oleh akal pada akhirnya bergantung pada premis yang diturunkan oleh otoritas. Dengan demikian, segera setelah seorang anak laki-laki secara sempurna memahami prosedur silogistik, perangkat intelektualnya akan dianggap lengkap.

Bagi Roger Bacon –pemikir luar biasa yang pada pertengahan abad ketiga belas hampir menjadi seorang ilmuwan— konsepsi para pelajar tentang penalaran hanya tampak sebagai penghalang bagi kebenaran. Ia melihat bahwa hanya pengalaman yang mengajarkan apapun — sebuah proposisi yang bagi kita tampaknya mudah dipahami, karena konsepsi pengalaman yang berbeda telah diturunkan kepada kita dari generasi sebelumnya; yang baginya juga tampak sangat jelas, karena kesulitannya belum terungkap dengan sendirinya. Dari semua jenis pengalaman, yang terbaik, menurutnya, adalah iluminasi interior, yang mengajarkan banyak hal tentang Alam, yang tidak pernah dapat ditemukan oleh indra eksternal, seperti transubstansi dari hosti.

pandangannya tentang prosedur ilmiah. Bahwa kita hanya perlu membuat beberapa eksperimen kasar, untuk menyusun ringkasan hasil dalam bentuk kosong tertentu, untuk melewati ini dengan aturan, memeriksa semua yang tidak terbukti, dan menetapkan alternatif, serta dengan demikian dalam beberapa tahun ilmu fisika akan terselesaikan — ide bagus! “Ia menulis tentang sains seperti Lord Chancellor,” memang, seperti yang dikatakan William Harvey, seorang ilmuwan sejati.

Para ilmuwan awal, Copernicus, Tycho Brahe, Kepler, Galileo, Harvey, dan Gilbert, memiliki metode yang mirip dengan saudara-saudara modern mereka. Kepler berusaha menggambar kurva melalui posisi planet Mars; dan untuk menyatakan waktu yang ditempati oleh planet dengan menggambarkan bagian-bagian berbeda dari kurva itu; tapi mungkin jasa terbesarnya untuk ilmu pengetahuan adalah dalam mengesankan pikiran manusia bahwa ini adalah hal yang harus dilakukan jika mereka ingin meningkatkan astronomi; bahwa mereka tidak boleh puas dengan bertanya apakah satu sistem episiklus lebih baik daripada yang lain, tetapi mereka harus duduk bersama dengan angka-angka dan mencari tahu apa sebenarnya kurva itu. 

Seseorang akan mencapai hal tersebut dengan energi dan keberaniannya yang tak tertandingi, melakukan kesalahan dengan cara yang paling tak terbayangkan (bagi kita saat ini), dari satu hipotesis irasional ke hipotesis lainnya, sampai, setelah mencoba dua puluh dua kali di antaranya, ia jatuh, hanya karena kelelahan dengan penemuannya, pada orbit yang akan dicoba oleh pikiran, yang dilengkapi dengan senjata logika modern sejak awal.

Dengan cara yang sama, setiap karya sains yang cukup besar untuk diingat dengan baik selama beberapa generasi memberikan beberapa contoh tentang keadaan seni penalaran yang rusak pada saat karya itu ditulis; dan setiap langkah utama dalam sains telah menjadi pelajaran dalam logika. Begitulah ketika Lavoisier dan orang-orang sezamannya mengambil studi kimia. Pepatah ahli kimia lama adalah, “Lege, lege, lege, labora, ora, et relege.” (membaca, membaca, membaca, bekerja, berdoa, dan kembali membaca). Metode Lavoisier bukanlah membaca dan berdoa, tetapi bermimpi bahwa beberapa proses kimia yang panjang dan rumit akan memiliki efek tertentu, mempraktekkannya dengan kesabaran yang tumpul, setelah kegagalan yang tak terhindarkan, dengan mimpi bahwa beberapa modifikasi akan memiliki hasil berbeda, dan untuk mengakhiri dengan menerbitkan mimpi terakhir sebagai fakta: caranya adalah membawa pikirannya ke dalam laboratoriumnya, dan secara harfiah menjadikan instrumen pemikiran tabung alembics dan tabung cucurbits (tabung labu siam)-nya, memberikan konsepsi baru tentang penalaran sebagai sesuatu yang harus dilakukan dengan satu mata terbuka, dalam memanipulasi hal-hal nyata, dibandingkan dengan kata-kata dan khayalan.

Kontroversi Darwinian, sebagian besar, adalah masalah logika. Tuan Darwin mengusulkan untuk menerapkan metode statistik untuk biologi. Hal yang sama telah dilakukan dalam cabang ilmu yang sangat berbeda, adalah teori tentang gas. Meskipun tidak dapat mengatakan apa pergerakan molekul gas tertentu pada suatu hipotesis mengenai pembentukan kelas berdasarkan bentuk fisiknya, Clausius dan Maxwell masih mampu, delapan tahun sebelum publikasi karya abadi Darwin –dengan penerapan teori doktrin probabilitas— memprediksi bahwa dalam usaha jangka panjang seperti proporsi molekul ini dan itu, dan dalam keadaan tertentu, memperoleh kecepatan ini dan itu; akan terjadi, setiap detik, jumlah relatif dari tumbukan ini dan itu, dll.; di mana dari proposisi-proposisi ini kita dapat menyimpulkan sifat-sifat tertentu dari gas, terutama dalam kaitannya dengan hubungan panasnya.

Dengan cara yang sama, Darwin, meskipun tidak dapat mengatakan seperti apa operasi variasi dan seleksi alam dalam setiap kasus individu, menunjukkan bahwa dalam jangka panjang mereka akan, atau pasti, menyesuaikan diri dengan keadaan mereka. Apakah bentuk-bentuk binatang yang ada disebabkan oleh tindakan semacam itu atau tidak, atau, posisi apa yang harus diambil oleh teori itu, membentuk subjek diskusi di mana pertanyaan-pertanyaan tentang fakta dan pertanyaan-pertanyaan logika secara aneh saling terkait.


II

Objek penalaran berfungsi untuk mencari tahu, dari pertimbangan apa yang sudah kita ketahui, sesuatu yang lain yang tidak kita ketahui. Akibatnya, penalaran itu baik jika ia seakan dapat memberikan kesimpulan yang benar dari premis yang benar, dan bukan sebaliknya. Jadi, pertanyaan tentang validitas adalah murni salah satu fakta dan bukan pemikiran. A adalah fakta yang dinyatakan dalam premis dan B adalah yang disimpulkan, pertanyaannya adalah, apakah fakta-fakta ini benar-benar terkait sehingga jika A adalah B berlaku secara umum? Jika demikian, kesimpulannya valid; jika tidak, maka tidak. Sama sekali bukan pertanyaan apakah, ketika premis diterima oleh pikiran, maka kita merasakan dorongan untuk menerima kesimpulannya juga. Memang benar bahwa kita pada umumnya bernalar dengan benar secara alami. Tapi itu merupakan kebetulan; kesimpulan yang benar akan tetap benar jika kita tidak memiliki dorongan untuk menerimanya; dan yang salah akan tetap salah, meskipun kita tidak dapat menahan kecenderungan untuk mempercayainya.

Kita, tak diragukan lagi, adalah hewan logis utama, tetapi sebetulnya kita tidak sepenuhnya demikian. Sebagian besar dari kita, misalnya, secara alami lebih optimis dan penuh harapan daripada yang dapat dibenarkan oleh logika. Kita tampaknya begitu memperhitungkan bahwa dalam ketidakhadiran fakta justru membuat kita begitu bahagia dan puas diri; sehingga efek dari pengalaman terus berpengaruh pada harapan dan aspirasi kita.

Namun penerapan seumur hidup dari sikap korektif ini biasanya tidak menghilangkan disposisi optimis kita. Di mana harapan tidak dibatasi oleh pengalaman apapun, kemungkinan besar optimisme kita akan berlebihan. Logika dalam kaitannya dengan hal-hal praktis (jika ini dipahami, bukan dalam pengertian lama, tetapi terdiri dari persatuan keamanan yang bijaksana bersama keberhasilan nalar) adalah kualitas paling berguna yang dapat dimiliki hewan, dan oleh karena itu, mungkin dihasilkan dari tindakan seleksi alam; tetapi, di luar ini mungkin lebih menguntungkan bagi hewan jika pikirannya dipenuhi dengan penglihatan yang menyenangkan dan menggembirakan, terlepas dari kebenarannya; dan dengan demikian, pada subjek yang tidak praktis, seleksi alam mungkin menimbulkan kecenderungan pemikiran yang salah.

Apa yang dapat kita tentukan, dari premis yang diberikan, untuk menarik satu kesimpulan di antara kemungkinan simpulan yang lain, adalah beberapa kebiasaan pikiran, baik berupa konstitusional atau apa adanya. Kebiasaan itu baik atau sebaliknya, saling bergantung karena menghasilkan kesimpulan yang benar baik dari premis yang benar atau tidak; dan suatu kesimpulan dianggap sah atau tidak, tanpa mengacu pada benar atau salahnya kesimpulannya secara khusus, melainkan berdasarkan kebiasaan yang menentukan, apakah kesimpulan itu menghasilkan kesimpulan yang benar secara umum atau tidak.

Kebiasaan pikiran tertentu yang mengatur kesimpulan ini atau itu dapat dirumuskan dalam proposisi yang kebenarannya bergantung pada validitas kesimpulan, ialah yang ditentukan oleh kebiasaan itu; dan formula seperti itu disebut sebagai prinsip inferensi. Misalkan, sebagai contoh, kita mengamati bahwa piringan tembaga yang berputar dengan cepat kemudian berhenti ketika ditempatkan di antara kutub magnet, dan kita menyimpulkan bahwa ini akan terjadi pada setiap piringan tembaga. Prinsip panduannya adalah, bahwa apa yang benar untuk sepotong tembaga adalah benar untuk potongan tembaga yang lain. Prinsip panduan seperti itu sehubungan dengan tembaga akan jauh lebih aman daripada yang berkaitan dengan banyak zat lain – kuningan, misalnya.

Sebuah buku mungkin ditulis untuk menunjukkan semua yang paling penting dari prinsip-prinsip panduan penalaran ini. Mungkin, harus kita akui, tidak ada pelayanan kepada seseorang yang pikirannya hanya diarahkan pada subjek-subjek praktis, dan yang aktivitasnya bergerak di sepanjang jalan yang benar-benar berat. Masalah-masalah yang muncul dengan sendirinya dalam pikiran seperti itu adalah masalah-masalah rutin yang telah dipelajarinya agar dapat ditangani dalam mempelajari usahanya. Tetapi biarkan seorang pria menjelajah ke bidang yang tidak dikenal, atau di mana hasilnya tidak terus-menerus diperiksa oleh pengalaman, dan semua sejarah menunjukkan bahwa kecerdasan paling maskulin sering kali kehilangan orientasinya dan menyia-nyiakan usahanya ke arah yang tidak membawanya lebih dekat ke tujuannya, atau bahkan membawanya sepenuhnya tersesat. Ia seperti kapal di laut lepas, tanpa seorang pun di dalamnya yang mengerti aturan navigasi. Dan dalam kasus seperti itu, beberapa studi umum tentang prinsip-prinsip penuntun penalaran pasti akan berguna.

Namun, sebuah subjek hampir tidak dapat diatasi tanpa dibatasi terlebih dahulu; karena hampir semua fakta dapat berfungsi sebagai prinsip panduan. Tetapi, kebetulan ada pembagian di antara fakta-fakta, di mana terdapat satu kelas yang memuat semua hal penting yang diperlukan sebagai prinsip panduan, dan di kelas yang lain terdapat semua yang memiliki kepentingan sebagai objek penelitian.

Pembagian di antara mereka yang harus diterima begitu saja dalam menanyakan; mengapa kesimpulan tertentu dianggap mengikuti dari premis tertentu? Dan apa yang tidak tersirat dalam pertanyaan seperti itu? Pemikiran sesaat akan menunjukkan bahwa berbagai fakta sudah diasumsikan ketika pertanyaan logis pertama kali diajukan. Tersirat, misalnya, bahwa ada keadaan pikiran seperti keraguan dan kepercayaan — bahwa peralihan dari satu ke yang lain adalah mungkin, objek pemikiran tetap sama, dan transisi ini tunduk pada beberapa aturan yang dengannya semua pikiran saling terikat. Karena ini adalah fakta-fakta yang harus sudah kita ketahui sebelum kita dapat memiliki konsepsi yang jelas tentang penalaran sama sekali, maka tidak mungkin lagi menjadi menarik, untuk menyelidiki kebenaran atau kepalsuan mereka.

Di sisi lain, mudah untuk percaya bahwa aturan-aturan penalaran yang disimpulkan dari proses ide adalah yang paling penting; dan, memang, selama ia sesuai dengan ini, setidaknya, tidak akan mengarah pada kesimpulan yang salah dari premis yang benar. Faktanya, pentingnya apa yang dapat disimpulkan dari asumsi yang terlibat dalam pertanyaan logis ternyata lebih besar daripada yang diperkirakan, dan ini karena alasan yang sulit ditunjukkan sejak awal. Satu-satunya yang akan saya sebutkan di sini adalah, bahwa konsepsi yang benar-benar merupakan produk refleksi logis, tanpa terlihat begitu saja, bercampur dengan pikiran kita yang biasa, dan sering kali menjadi penyebab kebingungan besar. Hal ini terjadi, misalnya, dengan konsepsi kualitas.

Kualitas, dengan demikian, tidak pernah menjadi objek pengamatan. Kita dapat melihat bahwa suatu benda berwarna biru atau hijau, tetapi kualitas menjadi biru dan kualitas menjadi hijau bukanlah hal-hal yang kita lihat; mereka adalah produk dari refleksi logis. Yang benar adalah, bahwa akal sehat, atau pemikiran seperti yang pertama kali muncul di atas tingkat praktis yang sempit, sangat diilhami oleh kualitas logis yang buruk yang pada umumnya digunakan julukan metafisik; dan tidak ada yang bisa menjernihkannya kecuali logika yang serius.


III

Kita umumnya tahu kapan kita ingin mengajukan pertanyaan dan kapan kita ingin mengucapkan penilaian, karena ada perbedaan antara perasaan ragu dan percaya. Tapi ini tidaklah semua dari yang dapat membedakan keraguan dari keyakinan. Ada perbedaan praktis. Keyakinan kita memandu keinginan kita dan membentuk tindakan kita. Para Assassins, atau pengikut ‘Orang Tua Gunung’, biasanya bergegas menuju kematian setidaknya perintah terakhir yang didapatnya, karena mereka percaya bahwa kepatuhan akan menjamin kebahagiaan abadinya. Seandainya mereka meragukan hal ini, mereka tidak akan bertindak seperti yang mereka lakukan. Demikian pula dengan setiap keyakinan, menurut derajatnya. Perasaan percaya adalah indikasi yang kurang lebih atau pasti bahwa ada kebiasaan yang terbentuk di alam kita yang akan menentukan tindakan kita. Sementara, keraguan tidak pernah memiliki efek seperti itu.

Kita juga tidak boleh mengabaikan perbedaan ketiga. Keraguan adalah keadaan yang tidak nyaman dan tidak memuaskan di mana kita berjuang untuk membebaskan diri kita sendiri dan masuk ke dalam keadaan percaya; sedangkan yang terakhir adalah keadaan tenang dan memuaskan yang tidak ingin kita hindari, atau ubah menjadi kepercayaan pada hal lain. Sebaliknya, saat kita berpegang teguh, bukan hanya untuk percaya, tetapi untuk percaya apa yang kita hanya yakini.

Jadi, keraguan dan keyakinan memiliki efek positif pada kita, meskipun sangat berbeda. Keyakinan tidak membuat kita bertindak sekaligus, tetapi menempatkan kita ke dalam kondisi sedemikian rupa sehingga kita akan berperilaku dengan cara tertentu, ketika kesempatan itu muncul. Keraguan tidak memiliki efek aktif seperti itu, tetapi merangsang kita untuk menyelidiki sampai ia dihancurkan. Ini mengingatkan kita pada iritasi saraf dan tindakan refleks yang dihasilkan karenanya; sedangkan untuk analogi kepercayaan, dalam sistem saraf, kita harus melihat apa yang disebut asosiasi saraf — misalnya, kebiasaan saraf yang akibatnya bau buah persik akan membuat mulut berliur.


IV

Iritasi keraguan menyebabkan perjuangan untuk mencapai keadaan keyakinan. Saya akan menyebutnya perjuangan penyelidikan, meskipun harus diakui bahwa ini kadang-kadang bukan sebutan yang tepat.

Iritasi pada keraguan adalah satu-satunya motif langsung untuk perjuangan mencapai keyakinan. Tentu saja yang terbaik bagi kita bahwa keyakinan kita harus sedemikian rupa sehingga dapat benar-benar membimbing tindakan guna memuaskan keinginan kita; dan refleksi ini akan membuat kita menolak setiap kepercayaan yang tampaknya tidak terbentuk sedemikian rupa. Tapi hal itu hanya mungkin dengan menciptakan keraguan dalam sebuah kepercayaan. Oleh karena itu, dengan keraguan, perjuangan dimulai, dan dengan berhentinya keraguan, perjuangan itu berakhir. Oleh karena itu, satu-satunya objek penyelidikan adalah peletakan pendapat. Kita mungkin mengira bahwa ini tidak cukup bagi kita, dan bahwa kita mencari, bukan hanya opini, tetapi opini yang benar. Tetapi ujilah kemewahan ini, dan itu terbukti tidak berdasar; karena begitu keyakinan teguh tercapai, kita sepenuhnya puas, baik apakah keyakinan itu benar atau salah.

Dan jelas bahwa tidak ada apa pun di luar lingkup pengetahuan kita yang dapat menjadi objek kita, karena tidak ada apa pun yang tidak mempengaruhi pikiran yang dapat menjadi motif upaya mental. Yang paling bisa dipertahankan adalah, bahwa kita mencari keyakinan yang kita anggap benar. Tapi kita pikir masing-masing keyakinan kita benar, dan, memang, hanya tautologi yang bisa mengatakannya. Bahwa penyelesaian pendapat adalah satu-satunya tujuan penyelidikan proposisi yang sangat penting. Proses ini menghapus semuanya sekaligus, berbagai konsepsi bukti yang kabur dan salah. Beberapa di antaranya mungkin dapat diperhatikan di sini.

1. Beberapa filosof telah membayangkan bahwa untuk memulai penyelidikan, mereka hanya perlu mengajukan pertanyaan baik secara lisan atau dengan menuliskannya di atas kertas, dan dengan hal itu mereka telah merekomendasikan kita untuk memulai studi untuk mempertanyakan segalanya! Tetapi, sebetulnya, sekadar memasukkan proposisi ke dalam bentuk interogatif tidak merangsang pikiran untuk berjuang memperoleh keyakinan. Pasti ada keraguan yang nyata dan hidup, dan tanpa ini semua diskusi akan menjadi sia-sia.

2. Merupakan gagasan yang sangat umum bahwa demonstrasi harus bertumpu pada beberapa proposisi pamungkas dan mutlak tak terbantahkan. Ini, menurut satu aliran, adalah prinsip-prinsip pertama yang bersifat umum; sementara menurut yang lain, adalah sensasi pertama. Tetapi pada kenyataannya, penyelidikan, untuk mendapatkan hasil yang sepenuhnya memuaskan atau yang disebut demonstrasi harus dimulai dengan proposisi yang benar-benar bebas dari semua keraguan yang sebenarnya. Jika premis sebenarnya tidak diragukan sama sekali, mereka tidak bisa lebih memuaskan.

3. Beberapa orang tampaknya suka memperdebatkan suatu hal setelah seluruh dunia yakin sepenuhnya akan hal tersebut. Tapi tidak ada kemajuan lebih lanjut yang bisa dilakukan. Ketika keraguan berhenti, tindakan mental pada subjek berakhir; dan, jika itu terus berlanjut, maka keraguan akan menjadi tanpa tujuan.


V

Jika penyelesaian pendapat adalah satu-satunya objek penyelidikan, dan jika kepercayaan menjadi kebiasaan, mengapa kita tidak mencapai tujuan yang diinginkan? – dengan mengambil jawaban atas pertanyaan apa pun yang mungkin kita sukai, dan terus-menerus mengulanginya di hadapan diri sendiri, memikirkan semua yang dapat mendukung kepercayaan itu, dan belajar untuk berpaling dengan penghinaan dan kebencian dari apa pun yang mungkin mengganggunya?

Cara sederhana dan langsung ini memang banyak dilakukan oleh masyarakat. Saya ingat pernah dimohon untuk tidak membaca surat kabar tertentu agar tidak mengubah pendapat saya tentang perdagangan bebas. “Jangan sampai saya terjebak oleh kekeliruan dan kesalahan penyajiannya.” adalah bentuk ekspresinya. “Anda bukan..,” kata teman saya, “..mahasiswa istimewa ekonomi politik. Oleh karena itu, Anda mungkin dengan mudah akan tertipu oleh argumen-argumen yang salah tentang subjek ini. Maka, Anda mungkin, jika Anda membaca makalah ini, dituntun untuk percaya pada apa yang menjadi tujuannya. Tetapi Anda mengakui bahwa perdagangan bebas adalah doktrin yang benar; dan Anda tidak ingin mempercayai apa yang tidak benar.“

Saya sering mengetahui bahwa sistem ini sengaja diadopsi. Lebih sering lagi, ketidaksukaan naluriah dari keadaan pikiran yang tidak pasti, yang dibesar-besarkan menjadi ketakutan samar-samar akan keraguan, membuat orang berpegang teguh pada pandangan yang telah mereka ambil. Teman saya tersebut merasa bahwa, jika ia hanya berpegang pada keyakinannya tanpa goyah, hal itu akan sepenuhnya memuaskan. Juga tidak dapat disangkal bahwa iman yang teguh dan tak tergoyahkan menghasilkan ketenangan pikiran yang besar. 

Ketenangan itu mungkin memang menimbulkan ketidaknyamanan, seolah-olah seseorang harus dengan teguh terus percaya bahwa api tidak akan membakarnya, atau bahwa ia akan dikutuk selamanya jika ia menerima makanannya selain melalui pompa perut. Tetapi kemudian orang yang mengadopsi metode ini tidak akan biarkan ketidaknyamanan-nya lebih besar daripada manfaatnya. Ia akan berkata, “Saya berpegang teguh pada kebenaran, dan kebenaran selalu bermanfaat.” Dan dalam banyak kasus, sangat mungkin bahwa kesenangan yang diperoleh dari keyakinannya yang tenang tersebut, memunculkan ketidaknyamanan yang lebih besar dari karakter manipulatifnya. Jadi, jika benar kematian adalah pemusnahan, maka orang yang percaya bahwa ia pasti akan langsung masuk surga ketika ia meninggal –asalkan ia telah memenuhi beberapa ibadah sederhana dalam hidup ini– memiliki kesenangan murah yang tidak akan diikuti oleh kekecewaan.

Pertimbangan serupa tampaknya lebih berbobot bagi banyak orang dalam topik agama, karena kita sering mendengarnya berkata, “Oh, saya tidak bisa percaya ini dan itu, karena saya akan celaka jika saya melakukannya.” Ketika seekor burung unta mengubur kepalanya di pasir saat bahaya mendekat, kemungkinan besar ia akan menempuh jalur yang paling bahagia. Ia jelas-jelas menghadapi bahaya, dan kemudian dengan tenang mengatakan tidak ada bahaya; dan, jika ia merasa sangat yakin tidak ada bahaya, mengapa ia harus mengangkat kepalanya untuk melihat? Seorang pria mungkin menjalani hidup secara sistematis, ia menghindari semua yang mungkin menyebabkan perubahan pendapatnya, dan hanya jika ia berhasil —meletakkan metodenya, seperti yang ia lakukan, pada dua hukum psikologis mendasar— saya tidak melihat apa yang bisa dikatakan menentang perbuatannya. Akan menjadi ketidaksopanan yang egoistis untuk menolak prosedurnya sebagai hal yang tidak rasional, karena itu berarti mengatakan metode penyelesaian keyakinannya adalah bukan milik kita. Ia tidak mengusulkan dirinya untuk menjadi rasional, dan, memang, akan sering berbicara dengan mencemooh kelemahan manusia dan alasan-alasan ilusif. Jadi, biarkan ia berpikir sesuka hatinya.

Tetapi metode pemantapan keyakinan ini, yang dapat disebut metode kegigihan, tidak akan mampu mempertahankan landasannya dalam praktik. Dorongan sosial akan menentangnya. Orang yang mengadopsi metode ini akan melihat bahwa orang lain berpikir secara berbeda darinya. Dan hal ini akan terjadi padanya, ialah ketika seseorang yang lebih waras memiliki pendapat sama baiknya dengan pendapatnya, dan ini akan menggoyahkan keyakinannya. Konsepsi ini –bahwa pemikiran atau perasaan orang lain mungkin setara dengan milik seseorang yang lain– merupakan langkah yang jelas baru, dan sangat penting. Itu muncul dari dorongan yang terlalu kuat dalam diri manusia untuk ditekan, tanpa bahaya menghancurkan spesies manusia. Kecuali kita menjadikan diri kita sendiri sebagai pertapa, kita pasti akan mempengaruhi pendapat satu sama lain; sehingga masalahnya menjadi; bagaimana memperbaiki keyakinan, bukan pada individu semata, tetapi semua orang di dalam komunitas.

Biarkan kehendak masyarakat mengambil peran, bukan kehendak individu. Biarlah sebuah lembaga diciptakan, yang tujuannya adalah untuk memelihara doktrin-doktrin yang benar bagi orang banyak, untuk mengulanginya terus-menerus, dan untuk mengajarkannya kepada kaum muda; memiliki kekuatan pada saat yang sama untuk mencegah doktrin-doktrin yang bertentangan dengan yang diajarkan, dianjurkan, atau diungkapkan. Biarlah semua kemungkinan penyebab perubahan pikiran disingkirkan dari kekhawatiran manusia. Biarkan mereka tetap bodoh, jangan sampai mereka belajar dari beberapa alasan untuk berpikir sebaliknya.

Biarkan nafsu mereka dikenali, sehingga mereka dapat menanggapi pendapat pribadi atau pendapat yang tidak biasa dengan kebencian dan kengerian. Kemudian, biarlah semua orang yang menolak kepercayaan yang sudah mapan itu ditakuti hingga terdiam. Biarkan orang-orang keluar dan melumuri orang-orang seperti itu, atau membiarkan penyelidikan dilakukan terhadap cara berpikir orang-orang yang mereka dicurigai, dan ketika mereka terbukti bersalah atas kepercayaan terlarang, biarkan mereka dikenai hukuman tertentu. Ketika kesepakatan lengkap tidak dapat dicapai, pembantaian umum terhadap semua orang yang tidak berpikir dengan cara tertentu telah terbukti menjadi cara yang sangat efektif untuk menyelesaikan pendapat dalam suatu negara. Jika kekuatan untuk melakukan ini kurang, biarlah daftar pendapat dibuat, yang tidak dapat disetujui oleh siapa pun dengan persetujuan kebebasan, dan biarkan umat beriman diminta untuk menerima semua proposisi ini, untuk memisahkannya secara radikal, karena kemampuan pendapat-pendapat itu untuk mempengaruhi seluruh dunia.

Metode ini, sejak awal, telah menjadi salah satu sarana utama untuk menegakkan doktrin teologis dan politik yang benar, dan melestarikan karakter universal seperti nilai agama. Di Roma, khususnya, telah dipraktekkan dari zaman Numa Pompilius hingga Pius Nonus. Ini adalah contoh paling sempurna dalam sejarah; tetapi di mana pun ada imamat — dan tidak ada agama tanpa imamat — metode ini kurang lebih telah digunakan. Di mana pun ada aristokrasi, atau gilda, atau asosiasi kelas manusia, apa pun yang kepentingannya bergantung, atau seharusnya bergantung, pada proposisi tertentu, pasti akan ditemukan beberapa jejak produk alami perasaan sosial ini. Kekejaman selalu menyertai sistem ini; dan ketika dilakukan secara konsisten, mereka menjadi kekejaman yang paling mengerikan di mata manusia rasional mana pun. Kesempatan ini juga tidak boleh mengejutkan, karena pejabat suatu masyarakat tidak merasa dibenarkan untuk menyerahkan kepentingan masyarakat itu demi belas kasihan, seperti halnya kepentingan pribadinya sendiri. Oleh karena itu, wajar jika simpati dan persekutuan dengan demikian menghasilkan kekuatan yang paling kejam.

Dalam menilai metode penetapan keyakinan ini, yang dapat disebut metode otoritas, pertama-tama kita harus membiarkan keunggulan mental dan moralnya yang tak terukur dibandingkan metode kegigihan. Keberhasilannya secara proporsional lebih besar; dan, pada kenyataannya, ia telah berulang kali melahirkan hasil yang paling megah. Struktur batu yang telah dibuat untuk disatukan – di Siam, misalnya, di Mesir, dan di Eropa – banyak di antaranya yang memiliki keagungan yang hampir tidak dapat disaingi oleh karya-karya terbesar Alam. Dan, kecuali zaman geologis, tidak ada periode waktu yang begitu luas seperti yang diukur oleh beberapa kepercayaan yang terorganisir ini. Jika kita meneliti masalah ini dengan cermat, kita akan menemukan bahwa tidak ada satu pun dari kepercayaan mereka yang tetap sama; namun perubahannya sangat lambat sehingga tidak terlihat selama satu masa kehidupan seseorang, sehingga kepercayaan individu menjadi Nampak tetap masuk akal. Untuk massa umat manusia, mungkin tidak ada metode yang lebih baik dari ini. Jika dorongan tertinggi mereka adalah untuk menjadi budak intelektual, maka mereka harus tetap menjadi budak.

Tetapi tidak ada lembaga yang dapat mengambil tindakan untuk mengatur pendapat tentang setiap subjek. Hanya yang paling penting yang dapat diperhatikan –dan selebihnya pikiran manusia harus diserahkan pada keputusan penyebab alami. Ketidaksempurnaan ini tidak akan menjadi sumber kelemahan selama manusia berada dalam budaya yang sedemikian rupa sehingga satu pendapat tidak mempengaruhi pendapat yang lain — ialah, selama mereka tidak dapat menyatukan berbagai hal. Tetapi di negara bagian yang paling banyak dikuasai oleh kaum imam, akan mudah ditemukan beberapa individu yang dibesarkan dalam kondisi tersebut.

Orang-orang ini memiliki perasaan sosial yang lebih luas; mereka melihat bahwa orang-orang di negara lain dan di zaman yang lain telah memegang doktrin yang sangat berbeda dari doktrin di mana mereka telah dibesarkan; dan mereka tidak dapat tidak, melihat bahwa adalah kebetulan mereka telah diajar sedemikian rupa, dan karena mereka telah dikelilingi dengan sopan santun dan pergaulan yang mereka miliki, yang telah menyebabkan mereka percaya apa yang mereka lakukan selama ini (di mana keduanya tidak jauh berbeda). Keterusterangan mereka juga tidak dapat menolak refleksi bahwa tidak ada alasan untuk menilai pandangan mereka sendiri, misalnya untuk merujuk pada nilai yang lebih tinggi daripada pandangan bangsa lain dan abad lain; ialah hal yang dapat menimbulkan keraguan dalam pikiran mereka.


Mereka selanjutnya akan merasakan keraguan seperti ini harus ada dalam pikiran mereka, dengan mengacu pada setiap kepercayaan yang tampaknya ditentukan oleh perubahan mereka sendiri atau dari opini populer. Ketaatan yang disengaja pada suatu kepercayaan, dan pemaksaan secara sewenang-wenang terhadap orang lain, harus ditinggalkan. Sebuah metode baru yang berbeda untuk menyelesaikan pendapat harus diadopsi, yang tidak hanya akan menghasilkan dorongan untuk percaya, tetapi juga akan memutuskan proposisi apa yang harus dipercaya.

Biarkan tindakan preferensi alami terjadi tanpa hambatan, kemudian, dan di bawah pengaruh mereka, biarkanlah manusia berbicara bersama mengenai hal-hal tercerahkan yang berbeda, hingga secara bertahap terdapat pengembangan keyakinan selaras dengan penyebab alami. Metode ini mirip dengan konsepsi di mana keutamaan dianggap sebagai bagian dari kedewasaan. Contoh paling sempurna dapat ditemukan dalam sejarah filsafat metafisika.

Sistem semacam ini biasanya tidak bersandar pada fakta yang diamati, setidaknya tidak dalam derajat yang general. Mereka telah diadopsi terutama karena proposisi fundamental mereka tampak “sesuai untuk alasan.” Ini adalah ekspresi yang tepat; itu tidak berarti bahwa sesuatu sesuai dengan pengalaman, tetapi apa yang cenderung kita percayai. Plato, misalnya, setuju untuk beralasan bahwa jarak bola langit satu sama lain harus sebanding dengan panjang senar yang berbeda, sehingga dapat menghasilkan tatanan suara yang harmonis. Banyak filsuf telah dituntun pada kesimpulan utama mereka dengan pertimbangan seperti ini.

Tetapi kesesuaian ini adalah bentuk paling rendah dan paling tidak berkembang yang dapat diambil dari metode tersebut, karena jelas bahwa orang lain mungkin menemukan teori Kepler, bahwa bola-bola langit sebanding dengan bola-bola yang tertulis dan terbatas dari benda padat beraturan yang berbeda karena memiliki alasan yang lebih sesuai. Namun kejutan opini akan segera membuat manusia bersandar pada preferensi yang jauh lebih universal. Ambil contoh misalnya, doktrin bahwa manusia hanya bertindak egois — ialah pertimbangan yang berasal dari anggapan bahwa bertindak dengan suatu cara akan memberinya lebih banyak kesenangan daripada bertindak dengan cara lain. Ini tidak bersandar pada fakta di dunia, tetapi telah diterima secara luas sebagai satu-satunya teori yang masuk akal.

Metode ini jauh lebih intelektual dan terhormat dari sudut pandang rasional daripada salah satu dari yang lain yang telah kita perhatikan. Tetapi kegagalannya adalah yang paling nyata. Ini membuat penyelidikan yang mirip dengan misalnya, perkembangan dari selera; tetapi rasa, sayangnya, selalu kurang lebih merupakan masalah mode, dan karenanya para ahli metafisika tidak pernah mencapai kesepakatan yang pasti. Tetapi pendulum telah berayun ke belakang dan ke depan antara filosofi yang lebih material dan lebih spiritual, dari zaman paling awal hingga zaman modern, yang terbaru. Dan dari yang disebut metode apriori, kita didorong, dalam ungkapan Lord Bacon, ke induksi yang benar. Kita telah memeriksa metode apriori ini sebagai sesuatu yang menjanjikan, untuk menyampaikan pendapat kita atas elemennya yang bersifat kebetulan dan berubah-ubah. Karena, perkembangan sementaranya adalah proses yang dapat menghilangkan efek dari beberapa keadaan biasa, hanya dapat memperbesar efek-efek yang lain.

Oleh karena itu, metode ini tidak berbeda secara esensial dari metode otoritas. Pemerintah mungkin tidak mengangkat jarinya untuk mempengaruhi keyakinan saya; Saya mungkin telah dibiarkan secara lahiriah cukup bebas untuk memilih, kita akan mengatakan, antara monogami dan poligami, dan, menarik hati nurani saya saja, saya mungkin telah menyimpulkan bahwa praktik yang terakhir itu sendiri tidak bermoral. Tetapi ketika saya melihat bahwa hambatan utama penyebaran agama Kristen di antara orang-orang dengan budaya setinggi kebudayaan Hindu adalah keyakinan akan a-moralitas dalam berlaku di hadapan wanita, saya tidak dapat tidak melihat itu, meskipun pemerintah tidak ikut campur. Terdapat sentimen yang dalam perkembangannya akan sangat ditentukan oleh sebab-sebab yang kebetulan. Sekarang, ada beberapa orang, di antaranya saya kira merupakan para pembaca, pada mereka saya dapat temukan kondisi ketika mereka melihat bahwa kepercayaan mereka ditentukan oleh keadaan apa pun di luar fakta, akan sejak saat itu tidak hanya mengakui dengan kata-kata bahwa kepercayaan itu diragukan, tetapi akan mengalami keraguan yang nyata, sehingga tidak lagi menjadi kepercayaan.

Untuk memuaskan keraguan kita, perlu ditemukan metode yang dengannya kepercayaan kita tidak dapat ditentukan oleh manusia, melainkan oleh beberapa keabadian eksternal – oleh sesuatu yang tidak mempengaruhi pemikiran kita. Beberapa mistikus membayangkan bahwa mereka memiliki metode seperti itu dalam inspirasi pribadi dari tempat tinggi. Tapi metode itu hanya bentuk lain metode keuletan, di mana konsepsi kebenaran sebagai sesuatu yang publik belum berkembang.

Keabadian eksternal kita tidak akan bersifat eksternal, dalam pengertian kita, jika pengaruhnya terbatas pada seorang individu. Keabadian ini pasti sesuatu yang mempengaruhi setiap orang. Dan, meskipun pengertian ini tentu berbeda-beda seperti halnya kondisi individu, namun metodenya harus disusun sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir setiap orang akan sama. Begitulah metode sains. Hipotesis fundamentalnya, yang dinyatakan kembali dalam bahasa yang lebih akrab, adalah: Ada hal-hal Nyata, yang karakternya sepenuhnya independen dari pendapat kita tentangnya; Realitas mempengaruhi indera kita menurut hukum reguler, dan meskipun sensasi kita berbeda seperti hubungan kita dengan objek, namun, dengan memanfaatkan hukum persepsi, kita dapat memastikan bahwa dengan menalar hal-hal yang sebenarnya dan apa adanya; dan siapa pun –ialah ia memiliki pengalaman yang cukup serta memiliki cukup alasan— akan dituntun ke satu kesimpulan yang Benar.

Konsepsi baru yang terlibat di sini adalah tentang Realitas. Mungkin akan ditanyakan bagaimana saya tahu bahwa ada Real. Jika hipotesis ini adalah satu-satunya pendukung metode penyelidikan saya, metode penyelidikan saya tidak boleh digunakan untuk mendukung hipotesis saya. Jawabannya adalah:

1. Jika penyelidikan tidak dapat dianggap sebagai pembuktian adanya hal-hal yang Nyata, setidaknya penyelidikan tersebut tidak mengarah pada kesimpulan yang berlawanan; dan metode serta konsepsi yang menjadi dasarnya tetap selaras. Oleh karena itu, tidak ada keraguan tentang metodenya, sehingga ia perlu muncul dari praktik, seperti halnya dengan semua hal yang lain.

2. Perasaan yang memunculkan metode apapun untuk memperbaiki keyakinan adalah bentuk ketidakpuasan pada dua proposisi yang menggelikan. Tetapi di sini sudah ada konsesi yang samar, bahwa ada satu hal yang harus diwakili oleh sebuah proposisi. Karena itu, tak seorang pun dapat benar-benar meragukan adanya Realitas, karena, jika memang demikian, keraguan tidak akan menjadi sumber ketidakpuasan. Hipotesis, oleh karena itu adalah salah satu hal yang dapat menerima setiap pikiran. Sehingga, dorongan sosial tidak menyebabkan manusia meragukannya.

3. Setiap orang menggunakan metode ilmiah dalam banyak hal, dan hanya berhenti menggunakannya ketika ia tidak tahu bagaimana menerapkannya.

4. Pengalaman metode ini tidak membuat kita meragukannya, tetapi, sebaliknya, penyelidikan ilmiah memiliki kemenangan yang luar biasa dalam cara menetapkan sebuah pendapat. Pengalaman atas metode ini memberikan penjelasan bagi saya, sehingga saya tidak meragukan metode atau hipotesis yang mengandaikannya; dan saya tidak memiliki keraguan, atau percaya bahwa orang lain yang dapat saya pengaruhi juga memilikinya, kondisi ini akan menjadi bahan ocehan paling sederhana bagi saya untuk mengatakan lebih banyak tentangnya. Jika ada orang yang memiliki keraguan hidup berkaitan dengan masalah ini, biarkan ia mempertimbangkannya.

Untuk menggambarkan metode penyelidikan ilmiah sebagai objek dari rangkaian makalah ini, saat ini saya hanya memiliki ruang untuk memperhatikan beberapa titik kontras antara metode penyelidikan dan metode lain guna memperbaiki keyakinan.

Ini adalah satu-satunya dari empat metode yang menyajikan perbedaan cara yang benar dan yang salah. Jika saya mengadopsi metode kegigihan, dan menutup diri dari semua pengaruh, apa pun yang saya pikir perlu untuk mewujudkan perbaikan keyakinan, maka saya rasa hal inilah (metode kegigihan) yang harus dilakukan. Lalu, dengan metode otoritas: negara dapat mencoba untuk mendudukkan masalah bid’ah dengan cara yang dari sudut pandang ilmiah, tampaknya sangat tidak diperhitungkan tujuannya; tetapi satu-satunya ujian pada metode itu adalah apa yang dipikirkan negara; sehingga tidak dapat mengejar metode yang salah. Jadi, dengan metode apriori, esensi darinya adalah berpikir sebagaimana seseorang cenderung berpikir. Semua ahli metafisika pasti akan melakukan itu, namun mereka mungkin cenderung menilai satu sama lain sebagai pelaku kesalahan besar.

Sistem Hegelian mengakui setiap kecenderungan alami pemikiran sebagai yang logis, meskipun pada akhirnya akan dihapuskan oleh kontra-tendensi. Hegel berpikir ada sistem teratur dalam rangkaian kecenderungan ini sebagai konsekuensinya, setelah hanyut satu arah dan yang lain untuk waktu yang lama, pendapat akhirnya akan benar. Dan memang benar bahwa para ahli metafisika akhirnya mendapatkan ide yang tepat. Sistem Alam Hegel cukup mewakili sains pada zamannya; dan orang dapat yakin bahwa penyelidikan ilmiah apa pun yang meragukan akan segera mendapat demonstrasi apriori dari pihak metafisika.

Tetapi dengan metode ilmiah kasusnya berbeda. Saya akan memulai dengan fakta yang diketahui dan diamati untuk mencari hal yang tidak diketahui; namun aturan yang saya ikuti dalam melakukannya mungkin tidak seperti yang akan disetujui oleh metode penyelidikan. Ujian dari kepastian apakah saya benar-benar mengikuti metode ini, bukanlah pada daya tarik langsung terhadap perasaan atau tujuan saya, tetapi sebaliknya, akan melibatkan penerapan metode tersebut. Karena itu, penalaran yang buruk dan juga penalaran yang baik adalah mungkin; dan fakta ini adalah dasar dari sisi praktis logika.

Sulit untuk diperhitungkan bahwa tiga metode pertama untuk menetapkan pendapat tidak memberikan keuntungan apa pun dibandingkan metode ilmiah. Sebaliknya, masing-masing memiliki kenyamanan tersendiri. Metode apriori dibedakan karena kesimpulannya yang nyaman. Ini adalah sifat dari proses pengadopsian kepercayaan apa pun, dan ada sanjungan tertentu yang berasal dari kesombongan manusia –yang kita semua percaya muncul secara alami– hingga kita terbangun dari mimpi kita yang menyenangkan oleh fakta-fakta kasar. Metode otoritas akan selalu mengatur massa; dan mereka yang menggunakan berbagai bentuk kekuatan terorganisir di negara bagian tidak akan pernah diyakinkan, bahwa penalaran yang berbahaya tidak boleh ditekan dengan cara tertentu. Jika kebebasan berbicara ingin dilepaskan dari bentuk-bentuk pembatasan yang lebih kasar, maka keseragaman pendapat akan dijamin oleh terorisme moral yang akan disetujui secara menyeluruh oleh masyarakat terhormat. Mengikuti metode otoritas adalah jalan kedamaian.

Ketidaksesuaian tertentu diizinkan; hal-hal tertentu lainnya (dianggap tidak aman) dilarang. Ini berlaku secara berbeda di berbagai negara dan di zaman yang berbeda; tetapi, di mana pun Anda berada, ketahuilah, bahwa Anda benar-benar memegang kepercayaan yang tabu, dan Anda mungkin sangat yakin akan diperlakukan dengan kejam walau tidak terlalu brutal, mungkin sedikit lebih halus dari memburu Anda seperti serigala. Jadi, para dermawan intelektual terbesar umat manusia sebelumnya tidak pernah berani, dan sekarang pun tidak berani, untuk mengungkapkan seluruh pemikiran mereka; dan dengan demikian bayangan keraguan prima facie diberikan pada setiap proposisi yang dianggap esensial bagi keamanan masyarakat. Cukup unik, penganiayaan tidak semuanya datang dari luar; melainkan, seseorang dapat menyiksa dirinya sendiri dan seringkali menjadi yang paling tertekan karena ia mendapati dirinya mempercayai proposisi-proposisi yang telah diajukan kepadanya untuk dipertimbangkan dalam sebuah versi.

Oleh karena itu, orang yang damai dan simpatik akan sulit menahan godaan untuk menyerahkan pendapatnya kepada otoritas. Tetapi yang terpenting, saya mengagumi metode keuletan karena kekuatan, kesederhanaan, dan keterusterangan metode tersebut. Seseorang yang mengejarnya dapat dibedakan karena keputusan karakternya, di mana ia akan menjadi sangat mudah menerima aturan mental seperti itu. Seseorang tersebut tidak menyia-nyiakan waktu untuk mencoba memutuskan apa yang ia inginkan, tetapi –seperti kilat pada alternatif apa pun yang datang lebih dulu– ia akan berpegang teguh pada itu sampai akhir, apa pun yang terjadi, tanpa keraguan sesaat. Ini adalah salah satu kualitas luar biasa yang umumnya menyertai kesuksesan cemerlang yang tak lekang oleh waktu. Mustahil untuk tidak iri pada seseorang yang bisa mengabaikan akal, meskipun kita tahu bagaimana akhir kisahnya.

Itulah kelebihan yang dimiliki metode penyelesaian pendapat lainnya dibandingkan penyelidikan ilmiah. Seseorang harus mempertimbangkan dengan baik; dan kemudian ia harus mempertimbangkan kembali bahwa, bagaimanapun juga, ia ingin pendapatnya sesuai dengan fakta, dan tidak ada alasan mengapa hasil dari ketiga metode pertama itu harus dilakukan. Karena efek yang dibawa adalah hak prerogatif metode ilmu pengetahuan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, ia harus membuat pilihannya —sebuah pilihan yang jauh lebih dari sekadar mengadopsi pendapat intelektual– yang merupakan salah satu keputusan yang berkuasa dalam hidupnya, yang ketika ia telah diputuskan, maka orang tersebut pasti akan mematuhinya.

Kekuatan dari sebuah kebiasaan kadang-kadang akan menyebabkan seseorang berpegang pada keyakinan lama, setelah ia berada dalam kondisi di mana ia mampu melihat bahwa ia tidak memiliki dasar yang kuat. Tetapi refleksi pada keadaan kasusnya akan mengatasi kebiasaan ini, dan ia harus membiarkan refleksi sepenuhnya. Manusia terkadang mengecilkan diri dan menjauhi hal ini, karena mereka memiliki gagasan bahwa kepercayaan itu sehat, hal yang tidak dapat mereka hindari sehingga mereka merasa tidak bergantung pada apa pun.

Tetapi biarlah orang-orang seperti itu menghadapi kasus yang serupa meskipun sedikit berbeda dari kasus mereka sendiri. Biarkan mereka bertanya pada diri sendiri, misalnya mengenai apa yang akan mereka katakan kepada seorang Muslim yang telah direformasi, yang terpaksa ragu-ragu untuk melepaskan gagasan lamanya sehubungan dengan hubungan antar jenis kelamin; atau kepada seorang Katolik yang direformasi, yang masih harus menghindari membaca Alkitab. Tidakkah mereka akan mengatakan bahwa orang-orang ini harus mempertimbangkan masalah sepenuhnya, dan dengan jelas memahami doktrin baru, dan kemudian harus menerimanya, secara keseluruhan? 

Tetapi, di atas semua itu, biarlah terdapat anggapan bahwa apa yang lebih sehat daripada kepercayaan tertentu adalah integritas kepercayaan. Dan perlu diperhitungkan untuk menghindari melihat ke dalam landasan kepercayaan apa pun melalui kacamata ketakutan, bahwa kepercayaan mungkin akan menjadi busuk dan sama tidak bermoralnya dengan hal yang mereka percaya dapat merugikan. Orang yang mengakui kebenaran ada, yang dibedakan dari kepalsuan hanya dengan ini-itu, bahwa jika bertindak berdasarkan ini-itu, dengan pertimbangan penuh, akan membawa kita ke titik yang kita tuju dan tidak tersesat. Dan kemudian meskipun mereka yakin tentang hal tersebut, mereka tidak akan berani mengetahui kebenaran dan berusaha menghindarinya, ialah dalam keadaan penyesalan pikiran.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum dan Kekerasan Seksual: Apa yang Diperjuangkan

Mahasiswa

Benarkah Pendidikan Harus Gratis, Untuk Saat Ini?

Apa Kabar Mahasiswa Saat Ini?

Teori Kemunculan Islam dan Kristen

Pendidikan, Pembangunan, Dan Kesadaran Kritis

Problem IBE dalam Praktik Hukum

Mengenal jenis-jenis perundungan (bullying)